BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara yang sangat unik dimata dunia karena Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh Negara lain, salah satunya adalah keadaan masyarakatnya yang majemuk yang teridiri dari bermacam-macam suku, ras, agama, bahasa maupun budaya. Namun hal ini sangat wajar karena dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor geografis dan faktor historis. Dari segi faktor geografis Indonesia terletak diantara dua benua. Yaitu benua Asia dan Australia. Dan juga antara dua samudra yaitu samudra pasifik dan samudera hindia. Akibat Indonesia dijadikan pusat perdagangan tempat transit nya kapal-kapal pedagang dari berbagai penjuru dunia sehingga mengakibatkan terjadinya asimilasi antara penduduk pribumi dan warga asing. Dan secara otomatis menjadikan masyarakat Indonesia menjadi heterogen dan majemuk. Selain itu pengaruh iklim akibat perbedaan garis lintang juga menentukan kemajemukan tersebut. Dilihat dari segi historisnya masyarakat Indonesia telah lama mengalami masa penjajahan oleh bangsa lain, seperti bangsa jepang, belanda, portugis dan perancis, sehingga secara tidak langsung budaya Negara penjajah tersebut mempengaruhi budaya Indonesia yang telah ada. melalui perkawinan, asimilisi, maupun enkulturasi sehingga masyarakat Indonesia menjadi majemuk.
Salah satu kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari banyaknya suku-suku bangsa. Seperti suku batak, minangkabau, jawa, bugis, tengger dan lain-lain. Pada pembahasan ini dibatasi topiknya hanya pada suku tengger. Dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui dan mengenal kebudayaan suku tengger di Indonesia.
B. Rumusan masalah
Dari uraian diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
- Apakah yang disebut dengan suku tengger itu?
- Dimanakah lokasi terdapatnya komunitas suku tengger itu?
- Bagaimanakan sejarah atau asal usul suku tengger tersebut?
- Struktur Sosial Masyarakat Suku Tengger?
- Bagaimana contoh dan penyelesaian sengketa pidana pada masyarakat Suku Tengger?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Suku Tengger
Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya.
B. Asal usul terbentuknya Suku Tengger
Suku tengger terbentuk sekitar abad ke sepuluh saat kerajaan majapahit mengalami kemunduran dan saat Islam mulai menyebar. Pada saat itu kerajaan majapahit diserang dari berbagai daerah, sehingga bingung mencari tempat pengungsian. Demikian juga dengan dewa-dewa mulai pergi bersemayam di sekitar gunung bromo, yaitu dilereng gunung pananjakan, di sekitar situ juga tinggal seorang pertapa yang suci. Suatu hari istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, wajahnya bercahaya, menampakan kesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Karena itu anak tersebut diberi nama Joko Seger, yang artinya joko yang sehat dan kuat.
Disekitar gunung itu juga lahir bayi perempuan titisan dewa, wajahnya cantik dan elok, waktu dilahirkan bayi itu tidak menangis, diam dan begitu tenang. Sehingga anak tersebut diberi nama Roro Anteng, yang artinya Roro yang tenang dan pendiam. Semakin hari Joko Seger tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa begitupun Roro Anteng juga tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik dan baik hati. Roro Anteng telah terpikat pada Joko Seger, namun pada suatu hari ia dipinang oleh seorang Raja yang terkenal sakti, kuat, dan jahat. Sehingga ia tidak berani menolak lamarannya. Kemudian Roro Anteng mengajukan persyaratan pada pelamar itu agar dibuatkan lautan di tengah gunung dalam waktu satu malam. Pelamar itu mengerjakan dengan alat sebuah tempurung kelapa (batok kelapa). Dan pekerjaan itu hampir selesai, melihat kenyataan itu hati Roro Anteng gelisah dan memikirkan cara menggagalkannya, Kemudian Roro Anteng mulai menumbuk padi ditengah malam. Sehingga membangunkan ayam-ayam, ayam-ayam pun mulai berkokok seolah-olah fajar sudah menyingsing. Raja itu marah karena tidak bisa memenuhi permintaan Roro Anteng tepat pada waktunya. Akhirnya batok yang ia gunakan untuk mengeruk pasir tersebut dilemparnya hingga tertelungkup di dekat gunung bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan gunung batok. Dengan kegagalan raja tadi akhirnya Roro Anteng menikah dengan Joko Seger. Dan membangun sebuah pemukiman kemudian memerintah dikawasan tengger tersebut dengan nama Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger. Yang artinya Penguasa Tengger yang budiman. Nama tengger di ambil dari gabungan akhir suku kata Roro Anteng dan Joko Seger. Tengger juga berarti moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Roro Anteng dan Joko Seger belum juga dikaruniai momongan setelah sekian tahun menikah, maka diputuskan untuk naik kepuncak gunung bromo. Tiba-tiba ada suara gaib menyatakan jika mereka ingin mempunyai anak mereka harus bersemedi agar doa nya terkabul dengan syarat apabila mendapatkan keturunan anak bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung bromo. Akhirnya merekapun mendapatkan keturunan 25 orang putra dan putri. Namun Roro Anteng mengingkari janjinya maka terjadilah gunung bromo menyemburkan api, dan anak bungsunya “Kesuma” dijilat api dan masuk ke kawah gunung bromo, kemudian terdengarlah suara gaib, bahwa kesuma telah dikorbankan, dan Hyang Widi telah menyelamatkan seluruh penduduk, maka penduduk harus hidup tentram damai dengan menyembah Hyang Widi, selain penduduk juga di peringatkan bahwa setiap bulan kasada pada hari ke empat belas mengadakan sesaji ke kawah gunung bromo, dan kebiasaan tersebut diikuti sampai sekarang oleh masyarakat tengger dengan mengadakan upacara yang disebut Kesada setiap tahunnya.
C. Sistem Kebudayaan Suku Tengger.
Menurut C Kluckhon dalam bukunya categories of culture mengemukakan sistem kebudayaan yang secara Universal dimiliki oleh seluruh masyarat didunia, yang unsur-unsurnya meliputi sistem bahasa , sistem kesenian, sistem teknologi, sistem religi, sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan dan sistem mata pencarian. Pada masyarakat suku Tengger Unsur-unsur kebudayaan universial itu sebagai berikut :
- Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh suku tengger adalah bahasa jawa tapi dialek yang digunakan berbeda yaitu dialek tengger. Dialek tengger dituturkan di daerah gunung bromo termasuk di wilayah pasuruan, probolinggo, malang dan lumanjang. Dialek ini dianggap turunan bahasa kawi, dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak digunakan dalam bahasa jawa modern.
- Sistem Kesenian
- Seni Tari
Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro Anteng dan Joko Seger yang dimulai sebelum pembukaan upacara Kasada.
- Seni bangunan
Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut punden, danyam, dan poten. Poten adalah sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten dibagi menjadi tiga mandala atau zone yaitu :
1. mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan yang terdiri dari padma, bedawang, nala, bangunan sekepat, dan kori agung candi bentar.
2. mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitu tempat persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candi bentar bale kentongan, dan Bale Bengong.
3. mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralian dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar dan bangunan penunjang lainnya.
- Sistem Teknologi
Seiring dengan banyak pengaruh yang masuk kedalam masyarakat tradisional seperti melalui pariwisata atau teknolgi komunikasi terilah culturual change dan perubahan kebudayaan sehingga sistem teknologi juga berkembang seperti halnya masyarakat jawa modern.
- Sistem Religi
Agama yang dianut sebagian besar suku tengger adalah Hindu, Islam dan Kristen. Masyarakat tengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu. Mereka yakin merupakan keturunan langsung dari majapahit. Gunung brahma (Bromo) dipercayai sebagai gunung suci dengan mengadakan berbagai macam upacara-upacara yang dipimpin oleh seorang dukun yang sangat dihormati dan disegani. Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidak mempunyai kepala pemerintahan desa dari pada tidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun pandita tidak bisa di jabat oleh sembarang orang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebagai perantara doa-doa mereka. Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tengger diantaranya.
- Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14 bulan kasada, mereka membawa ongkek yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak dan sebagainya. Lalu dilemparkan kekawah gunung bromo agar mendapatkan berkah dan diberikan keselamatan oleh yang maha kuasa.
- Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat tengger adalah upacara karo atau hari raya karo. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita dengan membeli pakaian baru, perabotan, makanan, minuman, melimpah, dengan tujuan mengadakan pemujaan terhadap sang Hyang Widi Wasa.
- Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
- Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan, masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
- Upacara kasanga, jatuh pada bulan kesembilan. Masyarakat berkelilling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor tujuannya adalah memohon keselamatan.
- Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan Purnama (ke dua belas) tahun saka, Upacara ini disebut sebagai upacara kuban
- Upacara Unan, diadakan lima tahun sekali dengan tujuan mengadakan penghormatan terhadap roh leluhur.
- Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat tengger menjunjung tinggi nilai persamaan, demokrasi, dan kehidupan masyarakat, sosok seorang pemimpin spiritual seperti duun lebih disegani dari pada pemimpin administratif. Masyarakat tengger mepunyai hukum sendiri diluar hukum formal yang berlaku dalam negara. Dengan hukum itu mereka sudah bisa mengatur dan mengendalikan berbagi persoalan dalam kehidupan masyarakatnya.
- Sistem Pengetahuan
Sistem Pengetahuan masyarakat tengger pada umumnya masih tradisional, dan masih berorientasi pada kebudayaan lama, namun karena adanya pengaruh dari luar melalui pariwisata maupun komunikasi maka sistem pengetahuannya sudah mulai mengacu ke sistem pengetahuan yang modern.
- Sistem Mata Pencarian
Sistem mata pencarian masyarakat suku tengger kebanyakan adalah petani dan penambang, tanaman yang diusahakan adalah sayur-sayuran sedangakan dalam hal penambangan, yang ditambang adalah pasir dan belerang.
D. Struktur Sosial Masyarakat Suku Tengger
Dalam kehidupan masyarakat selalu terdapat norma, aturan atau nilai-nilai yang mengatur pola tingkah laku anggota masyarakatnya. Tidak semua anggota masyarakat mampu memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan norma, aturan atau nilai-nilai yang dituntut oleh masyarakat. Kurang meratanya pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang menyebabkan timbulnya struktur sosial dalam masyarakat. Ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban serta tanggung jawab nilai-nilai sosial, menyebabkan pengaruh terhadap kedudukan antara anggota masyarakat. Terjadinya perbedaan kedudukan dan derajat terhadap individu-individu itulah yang menjadikan pangkal bagi segala terjadinya struktur sosial dalam masyarakat, atau dengan kata lain pembedaan penduduk ke dalam kelas secara bertingkat. Disamping itu adanya sesuatu yang dihargai baik berupa barang, jasa, kehormatan atau nilai-nilai dalam masyarakat itu sendiri juga merupakan dasar dalam pembentukan struktur sosial masyarakat.
Di daerah Tengger, masalah norma, aturan atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adalah berlandaskan pada norma-norma adat sehingga dapat membentuk karakteristik tersendiri terhadap sikap dan pandangan hidup serta sistem
struktur sosial masyarakatnya. Sehingga dapat digambarkan seperti pada bagan berikut :
Bagan I
Dukun beserta para pembantunya (legen sepuh dan wong sepuh)
Masyarakat tingkat ekonomi menengah
Masyarakat tingkat ekonomi rendah
Di dalam lingkungan masyarakat Tengger para Dukun merupakan kelompok masyarakat yang menduduki kelas sosial tertinggi. Mereka ini adalah orang-orang yang menguasai adat istiadat kepercayaan yang telah dianut dan diyakini oleh warga masyarakat, sehingga tidak heran apabila setiap tingkah laku Dukun menjadi panutan bagi anggota masyarakat, dengan demikian maka orang-orang yang menjadi suri tauladan masyarakat Tengger adalah para Dukun dan pembantu-pembantunya, sehingga secara struktural Dukun dalam kehidupan masyarakat Tengger tergolong orang-orang terpandang. Sehingga yang berperan penting dalam pelestarian budaya adat istiadat Tengger adalah para Dukun.
Sejak berkuasanya pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia, maka terjadilah perubahan-perubahan yang dampaknya terjadi pula pada kehidupan masyarakat di daerah Tengger. Sedikit demi sedikit perbenturan kebudayaan terjadi pada masyarakat Tengger termasuk terhadap struktur sosial masyarakatnya, yang akhirnya para Dukun tidak lagi bersifat turun temurun atau diwariskan, melainkan lebih bersifat demokratis. Artinya, jabatan Dukun yang menduduki lapisan paling atas dalam stratifikasi sosial masyarakat Tengger kini dapat ditempuh dengan melalui ujian-ujian adat yang telah ditentukan persyaratannya. Meski ujian-ujian Dukun ini persyaratannya tidak mudah, paling tidak jabatan dukun yang bergengsi tersebut dapat ditempuh dengan melalui ujian, shingga mobilitas vertikal dari jabatan Dukun semakin longgar dan tidak terpaku oleh adat yang selama ini hanya terbatas pada keluarga Dukun saja. Kalau sudah menjadi calon Dukun maka diadakan nglungkat (pencalonan) untuk melaksanakan upacara mulunen, yaitu upacara pemilihan Dukun baru. Dukun baru tersebut lebih banyak belajar dari para pendahulunya.
Selain para Dukun, para pembantu Dukun turut pula menjadi kelompok atas. Kelompok tersebut disebut golongan wong sepuh atau legen sepuh. Wong sepuh sebagai pembantu Dukun peranannya adalah untuk membantu segala persiapan baik sarana maupun prasarana yang berkaitan dengan peristiwa kematian, sedangkan legen mempunyai fungsi sebagai pembantu Dukun yang peranannya mempersiapkan segala sarana dan prasarana yang berkaitan dengan perkawinan. Karena yang dilakukan oleh para pembantu Dukun ini adalah bersifat sakral, maka tidak setiap orang mampu menjalankan tugas-tugas sebagai pembantu Dukun. Ada kaidah-kaidah tertentu yang harus dijalankan oleh pembantu Dukun agar mereka mampu menjalankan jabatan wong sepuh atau legen sepuh. Salah satu kaidah tersebut adalah kemampuan pengetahuan akan adat, terutama dalam hal membaca mantera-mantera
Sedangkan kelompok orang-orang yang dipandang sebagai lapisan atas lainnya adalah orang-orang yang secara ekonomi tergolong orang kaya dan mampu, serta banyak menyumbangkan harta kekayaan untuk kepentingan-kepentingan adat.
E. Proses Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Adat Suku Tengger
Perkembangan jaman yang semakin maju, telah membawa perubahan dalam semua aspek kehidupan manusia baik sosial budaya, ekonemi maupun dalam bidang hukum. Dampak dari perkembangan ini sangat mempengaruhi perkembangan hukum adat di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia kaya akan adat dan budaya, namun sekarang keberadaan hukum adat yang masih asli mulai tergeser oleh kebudayaan dari luar yang masuk tanpa ada filter dan kontrol dari masyarakat itu sendiri. Di Indonesia sekarang sudah sangat sedikit komunitas masyarakat yang mempertahankan hukum adat yang masih asli dan sesuai dengan warisan nenek moyang dan dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat.
Keberadaan hukum adat yang masih murni dan sesuai dengan tradisi nenek moyang hanya dapat kita jumpai dalam masyarakat yang masih bersifat kesukuan. Salah satunya adalah suku Tengger yang bermukim di sekitar daerah Gunung Bromo. Dan tersebar dalam empat kabupaten di Jawa Timur yaitu, Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang. Suku Tengger masih memegang dengan kuat hukum adat nenek moyang mereka dan tradisi yang masih bersifat tradisional.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengemukakan permasalahan seputar hukum adat suku Tengger dalam hal menyelesaikan pelanggaran pencurian yang terjadi dalam wilayah suku Tengger. Penulis akan mengungkap mulai dari jenis tindak pidana pencurian atau pelanggaran yang pernah terjadi dan dilakukan oleh warga suku Tengger, cara atau proses penyelesaiaanya bagaimana, hingga peranan polisi sebagai penegak hukum positif bagi suku Tengger. Dan kemudian oleh penulis data yang diperoleh akan dibahas secara Deskriptif analisis.
Dari data yang diperoleh penulis bahwa dalam suku Tengger tindak pidana pencurian atau pelanggaran adat yang pernah terjadi hanya berupa kesalahan mengambil pohon milik tetangga yang berada diperbatasan kebun atau ladang kedua pihak. Dianggap sebuah pelanggaran karena dua salah atu pihak telah mengambil barang yang bukan miliknya tanpa seijin pemiliknya. Dan perbuatan itu telah menimbulkan konflik dalam warga suku Tengger. Untuk menyelesaikan permasalahan ini tetua adat melakukan sidang untuk mendengar kesaksian dan keterangan kedua pihak. Karena sifat dari hukum adat suku Tengger adalah mengedepankan rasa kekeluargaan, maka penyelesaiaan dilakukan secara bertahap, mulai dari tingkat yang terendah hingga tingkat yang tinggi. Yaitu mulai dari tingkat RT, RW, hingga tingkat Desa.
Pihak kepolisian hanya hanya bertugas menjaga keamanan suku Tengger yang berhubungan dengan masyarakat luar. Yang sering memanfaatkan keramaian untuk melakukan kejahatan dalam wilayah suku Tengger. Pihak kepolisian tidak pernah ikut campur dalam permasalahan yang menyangkut kepentingan suku Tengger.
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa semua perbuatan dalam masyarakat Tengger yang bisa menimbulkan kegoncangan atau keseimbangan masyarakat terganggu adalah pelanggaran adat. Yang bertugas mengembalikan keadaan seperti semula adalah para tetua adat. Kegoncangan nampak ketika terjadi pertentangan dalam masyarakat yang memperebutkan hak kepemilikan pohon. Dengan kata lain sekecil apapun perbuatan melanggar dalam sebuah masyarakat kesukuan, adalah sebuah pelanggaran yang berakibat hukum luas bagi suku itu sendiri.
- F. POTRET KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU TENGGER
BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan diatas maka dapat disimulkan sebagai berikut :
1. Suku Tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo jawa timur, yakni menempati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo dan kabupaten malang yang merupakan keturunan dari majapahit.
2. Lokasi atau letak komunitas masyarakat suku tengger adalah di sekitar gunung bromo yaitu dikabupaten probolinggo di kec sukapura, di kabupaten malang, di desa ngadas, kec poncokusumo, di lumanjang diwilayah Ranupane kecamatan sanduro.
3. Suku tengger terbentuk akibat diserang majapahit oleh berbagai daerah sehingga penduduk nya menjadi pemukiman baru dibawah pemerintahan Joko Seger dan Roro Anteng.
4. Di dalam lingkungan masyarakat tengger para dukun merupakan kelompok masyarakat yang menduduki kelas sosial tertinggi.
5. Suku tersebut dinamakan suku tengger Karena tengger merupakan gabungan akhir suku kata Joko Seger dan Roro Anteng. Selain itu juga berarti moral yang tinggi, moral perdamaian abadi.
6. Untuk menyelesaikan permasalahan pidana pencurian tetua adat melakukan sidang untuk mendengarkan kesaksian dan keterangan kedua pihak. Karena sifat dari hukum adat suku tengger adalah mengedepankan rasa kekeluargaan.
DAFTAR PUSTAKA
- Buku ajar “Ilmu sosial dan Budaya dasar”. 2001. Padang : UNP
- http://id.wikipedia.org/wiki/dialektengger
- http://id.wikipedia.org/wiki/jawatimur
- http://id.wikipedia/wiki/sukutengger
Tidak ada komentar:
Posting Komentar