Arsip Saya

Jumat, 19 November 2010

Mimpi. Satu kata yang kadang meninabobokan orang untuk mengejarnya sampai habis ke ujung dunia. Dan terkadang, apapun dikorbankan untuk meraih mimpi yang ingin diraihnya itu. Salah? Tidak. Karena saya pun pernah menjadi bagian untuk itu. Dan sampai sekarang, saya pun masih memiliki mimpi-mimpi yang mungkin tersusun sampai ke langit ke tujuh.
Masalahnya, sesudah saya sampai di langit ke tujuh, saya mo ngapain? Buat mimpi baru lagi? Atau duduk sejenak, menikmati, dan kemudian berleha-leha disana?
Banyak hal yang terjadi dalam roda perjalanan yang saya miliki untuk mengejar mimpi. Sebagian tercapai, sebagian lepas. Dan pada akhirnya, ada masa dimana saya pun kembali bertanya pada diri sendiri, “Untuk siapa mimpi itu saya buat? Diri saya sendiri? Dan berapa besar manfaat dari mimpi itu?”.
Ditemani kopi dan beberapa batang rokok, saya memikirkan jawaban dari pertanyaan saya sendiri. Ketika terjawab, saya pun kembali bertanya pada diri sendiri, “Ini mimpi atau keinginan?”.
Fiuhhh.. rupanya batas antara mimpi dan keinginan itu tipis belaka. Ego, rasa dan emosi yang ada pada diri saya pun kadang berperang dengan akal saya sendiri. Masing-masing saling membenarkan satu diantara dua pilihan yang ada. Tidak mau kalah, sampai saya sendiri kadang pusing dibuatnya.
Alih-alih menunggu jawaban muncul dari otak, saya memilih untuk bertanya lagi, “Jika sekian tahun ke depan saya tidak mencoba untuk menggapai mimpi yang muncul di satu masa, apakah saya akan menyesal?”.
Tidak!
Itu jawaban spontan yang muncul dari otak saya. Saya sadar, kadang situasi dan kondisi memang membuat kita untuk mengambil keputusan yang paling sulit dalam hidup (saat itu). Memilih di antara pilihan yang ada, dan menjalaninya dengan segala konsekuensi yang muncul dari keputusan itu pula. Toh saya juga percaya dan yakin bahwa Allah tahu apa yang terbaik bagi hambaNya, dalam kondisi sesulit apapun. Ini mungkin yang dibilang keberuntungan atau kebetulan, tapi bagi saya bukan. Gusti Allah mboten sare dab!
Nah, jika saya tidak menyesal terhadap mimpi yang tidak tercapai, kenapa saya harus repot? Bukan berarti saya harus berhenti untuk mengejar mimpi, tapi lebih menata lagi semua proses yang ada didalam upaya mengejar matahari dan bintang itu. Mengucapkan “bismillah..” yang diikuti dengan “nawaitu.. “ disetiap langkah yang ada, dan kemudian membiarkan “nawaitu..” itu membimbing saya untuk melakukan ikhtiar semaksimal mungkin sejauh yang saya bisa. Saya percaya, niat yang benar dan baik (dalam pandangan Allah) akan mendapatkan imbalan yang serupa laksana bola salju yang semakin lama semakin membesar. Dan maaf, dalam mengejar mimpi pun saya sambil mendesain masa depan.
Absurd?
Saya tahu. Saya juga sadar bahwa saya juga bukan highlander yang bisa hidup ratusan tahun. Baik untuk mendapatkan jawaban atas mimpi saya, ataupun juga untuk menikmatinya. Meski begitu, hati kecil saya sudah puas jika melihat tunas masa depan itu berjalan dalam koridor yang semestinya.
*Sorry Ralph.. I don’t design dreams. I design future! .. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar